Tuesday, February 7, 2012

Galau...


Ada yg mengganjal di hati tapi tidak bisa diungkapkan…
Ada ketakutan yg sebenarnya belum tentu terjadi…
Ada keputusan besar yg harus diambil di masa mendatang…

Aku hanya perlu diajak bicara…
Aku hanya butuh dibimbing…
Aku ingin didampingi memasuki lembaran baru…

Ajaklah aku berdoa bersama memohon ridho Allah…
Ajaklah aku berkomunikasi dari hati…
Ajaklah aku menentukan masa depan kita…

Thursday, January 19, 2012

Ranu dan Dito bukan milikku...

Dapat kiriman article bagus dari milis sehat...tdk ada sumber penulisnya. aku cantumin yg memforward aja yahh...

OOT: Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang

Posted by: "amanda mayang" liebe_my9@yahoo.com   liebe_my9

Wed Jan 18, 2012 5:00 pm (PST)



Maaf repost..
Saya dapat dari milis yg diikuti suami.
'Kisah' yg sangat menarik (menurut saya)

Terimakasih

-------original message------

Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun anak kami ternyata menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji "Superman cilik" di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi, tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah "Humor anak-anak" dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya.

Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek. Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggeris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.

Ketika pulang, jalanan macat dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio masing-masing. Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.

Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.

Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja. Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu.

Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: â
€œGuru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi pahlawan, aku ingin jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.

Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika. Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini. Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.

Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Anakmu bukan milikmu.

Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,â
۬

Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,â
۬

Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.â
۬

Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,â
۬

Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.â
۬

Patut kau berikan rumah untuk raganya,â
۬

Tapi tidak untuk jiwanya,â
۬

Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,â
۬yang tiada dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpi.̢۬

Kau boleh berusaha menyerupai mereka,â
۬

Namun jangan membuat mereka menyerupaimuâ
۬

Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,â
۬

Pun tidak tenggelam di masa lampau.â
۬

Kaulah busur, dan anak-anakmulahâ
۬Anak panah yang meluncur.̢۬

Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.â
۬

Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,â
۬

Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.â
۬

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,â
۬

Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilatâ
۬Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.̢۬

Khalil Gibran


Salam,

Tuesday, December 6, 2011

MAMA


Bulan Desember akan identik dgn hari ibu, ya krn pada bulan ini ada hari ibu (22 Des).  Kebetulan juga buat ku pribadi di bulan Desember ini dua orang ibu ku berulang tahun.  Mama & ibu mertua.  Hanya sebuah kebetulan di bulan yg sama.

Pagi ini pak Sardi (janitor) minta tolong utk memprintkan sebuah tugas sekolah anaknya berupa tulisan tentang ibu.  Pas membaca ada sedikit getaran jg.  Lalu aku balik bertanya, kalaulah aku yg ditugaskan utk menulisakan yg menggambarkan ttg ibu apa yg akan kutuliskan…..mmmm….baru mau mulai aja sudah bergetar nih…

Mama, buatku sosok mama sangat luar biasa.  Kerja keras dan kesetiaan yg dimiliki mama adalah contoh yg patut aku tiru.  Terbayang betapa luar biasanya mama membesarkan kami semua sambil merawat bapak yg terkena penyakit stroke yg parah.  Ya sejak aku kelas IV SD bapak terkena serangan stroke pertama.  Saat itu mengharuskan bapak di rawat di rumah sakit selama 2 bulan.  Tetapi setalah masa itu bapak masih bisa bekerja dengan segala keterbatasan.  Bagian kiri badan sedikit melemah.  Saat aku SMP, bapak terkena serangan kedua yg membuat sebagian besar kemapuan badannya bisa dikatakan lumpuh.  Bapak membutuhkan bantuan orang lain utk memenuhi semua kebutuhannya.

Dan dari masa itulah masa2 yg paling berat yg aku rasa mama harus hadapi.  Merawat suami yg sakit dengan penuh kesabaran.  Disamping itu harus membesarkan kami yg sedang masa remaja.  Saat ini (setelah jadi istri & ibu), aku kebayang sekali betapa lelah fisik dan hati mama saat itu.  Beruntung kami semua bukan anak2 yg cengeng, yg banyak menuntut ke orang tua.  Mungkin krn bekal agama yg lumayan kuat juga. 

Pastilah sebagai seorang istri, mama juga punya banyak harapan terhadap sang suami.  Ingin dimanja, ingin dibelikan macam2 & juga ingin punya teman berdiskusi.  Yg tidak bisa lagi diberikan bapak saat itu.  Tapi siapa tau di tahun2 sebelumnya mama telah mendapatkan itu.  Mungkin aku masih terlalu muda jadi tidak tau.

Dengan kondisi keluarga seperti itu, mamapun harus berpikir keras bagaimana memenuhi kebutuhan hidup yg semakin meningkat.  Akhirnya mamapun mencoba utk membuat kue yg dijual di toko kue di pasar.  Bulan2 pertama seingatku agak menyedihkan.  Krn kue selalu kembali dgn jumlah yg masih banyak.  Tapi, sepertinya lumayan juga krn mama tetap menjalani.  Capek sekali pasti fisik mama saat itu.  Mengurus keluarga, Menyiapkan makanan, menyuapi suami, membuat kue dan membersihkan rumah.  Memang sih kami tetap turun tangan juga utk membantu.    

Ketika hari melepas bapak pun tiba, ada satu hal yg aku ingat sekali.  Saat itu sekitar jam 10 pagi.  Kebetulan Vava sdh terlahir semalam jam 23.00.  Kita sedang bersiap utk membesuk mba Ira di rumah sakit.  Mama sedang menyuapi bapak.  Tiba2 bapak ngorok.  Mamapun mengambil Yassin.  Bapak tetap mengorok sampai kita semua yg ada disitu tersadar kalau bapak sedang menghadapi ajalnya.  Kami (mama, mba Wiwit, mas Adi, aku) melepas kepergian bapak.  Begitu memastikan bapak memang sudah tidak ada, mama mencium bibir dan pipi bapak utk terakhir kalinya.  Sebuah pemandangan yg sangat menyejukan hati.  Krn kadang2 mama juga rada gak sabar saat mengurus bapak.  Tapi, tetap sebagai seorang istri masih ada hormat dan cinta kepada suami. 

Sepeninggal bapak, usaha kue mama Alhamdulillah semakin baik.  Kamipun anak2nya sdh semakin mandiri dan punya pekerjaan sendiri.  Akhirnya mama bisa juga memenuhi berbagai keinginan yg tertunda dari hasil keringat sendiri.

Banyak hal sebenernya yg bisa diceritakan tentang seorang mama.  Mamapun hanya manusia biasa ada sisi positif dan negative.  Aku bersyukur punya ibu seperti mama, krn bisa menempaku menjadi manusia yg tidak cengeng.

Selamat Ulang Tahun Ma…Semoga selalu dilimpahkan kesehatan, diberi kesabaran dan rejeki yg cukup.  Mohon maaf kalau aku belum bisa terlalu banyak membahagiakanmu.  Cenderung merepotkan malah.  Boleh yah aku balas semua jasa mama yg tak ternilai dalam bentuk doa tiap kali shalat...

Terima kasih ya Ma…

Monday, December 5, 2011

Masjid PetroChina

Subhanallah....Alhamdulillah...hanya kata ini yg terucap berkali2 dari mulutku saat menginjakan kembali ke lt. 16 dimana Masjid PetroChina berada.  Selama 2 bulan ini, lt. 16 tertutup krn sedang renovasi.  Dan hasil renovasi bisa dinikmati hari ini.  Mungkin agak berlebihan juga kalau aku begitu mensyukuri dgn kondisi sekarang.  Karena sebenarnya sebuah Masjid ya harus cantik dan nyaman seperti sekarang.  Tapi kalau mengingat kondisi sebelumnya ya pasti semua orang akan merasakan hal yg sama sekarang.

Masjid PetroChina jadi nyaman sekali.  Semua tertata rapi.  Dinding2 berlapis wall papper yg sangat manis.  Lemari2 kayu tempat menaruh peralatan shalat & Al-Quran tertanam rapih.  Sebuah TV layar datar terpampang di bagian belakang Jamaah wanita agar memudahkan jamaah wanita melihat penceramah.  Sebuah screen proyector beserta projectornya tentunya sdh tersedia tinggal digunakan. 

Tenang sekali perasaanku ketika disana tadi...ada sedikit doa yg aku mohonkan setelah shalat tadi...aku ingin seterusnya merasakan kenyamanan di masjid seperti ini utk seterusnya...juga anak2ku...Ya Allah dekatkan lah kami selalu kepada-Mu....Dekatkan tempat tinggal kami dgn rumah ibadah Mu...Ya Allah....Aamiin....

Thursday, December 1, 2011

Rumah cantik menteng



Gambar diambil dari: http://cekar.multiply.com/photos/album/11?&album=11&view:replies=reverse#photo=29.JPG

Rumah juga rumah siapa kenal juga nggak...tapi kenapa pas niy rumah dibongkar aku yg sedih yah? hehe...harap maklum lah gini2 kan aku jg suka keindahan. Dan kalau keindahan harus terusik atau hilang kan itu sesuatu yg menyedihkan.

Sejak pertama kali melewati rumah di kawasan menteng ini, aku langsung suka.  Aku rasa semua orang jg sama deh.  Rumah tsb adalah rumah klasik, asri nan cantik.  Bangunannya bangunan Belanda ber cat putih dengan tralis belah ketupat.  Rumah tsb tdk bertingkat.  Dari luas tanah sepertinya 50% bangunan 50% halaman.  Nah perpaduannya ini loh yg bikin cantik. Posisi bangunan ada di pojokan.  Sisa lahan adalah halaman rumah yg ditanami bbg jenis tananam berbunga.  Dengan paduan warna yg menyejukan mata.  Ditambah lg di pojokan ada bbrp pohon rindang yg menaungi halaman.  Bikin teduh.  Ada juga sangkar burung berwarna putih, tentu saja dengan burung putih jg di dalamnya.  Entah burung apakah itu.   Kayaknya kalo melihat rumah itu gak perlu dh masuk ke dalamnya cukup menikmati tampak depan aja sudah menyejukan hati.  Rasanya pasti tentram bisa berada disana.

Sekarang dpt kbr kalau rumah cantik ini sdh terbengkalai krn pemilik baru berencana melakukan sesuatu tapi terhambat izinnya.  Aku menyesalkan sekali Pemda DKI tdk bisa mengambil alih si rumah cantik ini menjadi cagar budaya.  Yg aku denger sih sudah menjadi cagar, tp yah percuma kalo gak didukung hal2 lainnya.  Huhu...kok beneran sedih gini sihh....

Kalo ada rejeki, mau ahh bikin rumah kyk gini...aamiin....xixixi..menghayal.com