Written by Pelangi TC Friday, 14 October 2011 15:16 |
Steve Jobs lahir pada 24 Februari 1955 dari seorang ibu berkebangsaan Amerika, Joanne Carole Schieble, dan ayah berkebangsaan Syria, Abdulfattah “John” Jandali. Sesaat setelah dilahirkan, ia diadopsi oleh pasangan Paul dan Clara Jobs. Sejak kecil, Jobs sudah menunjukkan ketertarikannya pada peranti elektronik. Bahkan, dia pernah menelepon William Hewlett – presiden Hewlett Packard – untuk meminta beberapa komponen elektronik untuk tugas sekolah. Hal itu justru membuatnya ditawari bekerja sambilan selama libur musim panas. Di Hewlett-Packard Company inilah ia bertemu dengan Steve Wozniak, yang jadi partnernya kelak saat mendirikan Apple.
IQ-nya yang tinggi membuat Steve ikut kelas percepatan. Tapi, ia sering diskors gara-gara tingkahnya yang nakal – meledakkan mercon hingga melepas ular di kelas. Di usianya yang ke-17, ia kuliah di Reed College, Portland, Oregon. Namun, ia drop out setelah satu semester. Meski begitu, ia tetap mengikuti kelas kaligrafi di universitas tersebut. Hal itulah yang membuatnya sangat mencintai keindahan.
Tahun 1974 ia kembali ke California. Ia bekerja di perusahaan game Atari bersama Steve Wozniak. Suatu ketika, Steve Jobs tertarik pada komputer desain Wozniak. Ia pun membujuk Wozniak untuk mendirikan perusahaan komputer. Dan sejak itulah, tepatnya 1 April 1976, di usianya yang ke-21, Steve mendirikan Apple Computer. Nama ini berdasarkan nama buah favorit Jobs dan logonya dipilih untuk mempresentasikan nama perusahaan. Dengan modal uang dari hasil menjual mobil VW milik Wozniak dan kalkulator HP milik Jobs, mereka membiayai desain pertama Apple. Singkat cerita, kisah sukses segera menjadi bagian hidupnya bersama Apple.
Namun, saat perusahaan itu berkembang, dewan direksi Apple justru memecat Steve karena dianggap terlalu ambisius. Sebuah pemecatan dari perusahaan yang didirikannya sendiri. Meski sempat merasa down, karena kecintaannya pada teknologi, ia pun segera bangkit. Steve mendirikan NeXT Computer. Tak lama, ia pun membeli perusahaan film animasi Pixar. Dari kedua perusahaan itulah namanya kembali berkibar. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada Apple. Perusahaan itu justru di ambang kebangkrutan.
Saat itulah, Steve kembali ke Apple, hasil dari akuisisi Apple terhadap NeXT. Banyak orang yang meramalkan Steve tak kan lagi mampu mengangkat Apple. Steve menanggapinya dengan dingin.
“Saya yakin bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai. Dan adalah benar bahwa pekerjaan kita adalah kekasih kita. Pekerjaan kita akan mengisi sebagian besar hidup kita. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mencapai kepuasan sejati adalah melakukan apa yang kita yakini,”
Kecintaan inilah yang mengantarkan Steve kembali mengorbitkan Apple ke jajaran elit produsen alat teknologi papan atas. iPod dan iPhone saat ini menjadi produk yang sangat laris di pasaran. Visinya ke depan juga membuat iTunes, sukses jadi toko musik digital paling sukses di dunia. Ia menjawab keraguan orang dengan kerja nyata dan hasil gemilang. Bentuk indah, elegan, sederhana, namun powerful, menjadi ciri khas produk Apple hingga saat ini.
IQ-nya yang tinggi membuat Steve ikut kelas percepatan. Tapi, ia sering diskors gara-gara tingkahnya yang nakal – meledakkan mercon hingga melepas ular di kelas. Di usianya yang ke-17, ia kuliah di Reed College, Portland, Oregon. Namun, ia drop out setelah satu semester. Meski begitu, ia tetap mengikuti kelas kaligrafi di universitas tersebut. Hal itulah yang membuatnya sangat mencintai keindahan.
Tahun 1974 ia kembali ke California. Ia bekerja di perusahaan game Atari bersama Steve Wozniak. Suatu ketika, Steve Jobs tertarik pada komputer desain Wozniak. Ia pun membujuk Wozniak untuk mendirikan perusahaan komputer. Dan sejak itulah, tepatnya 1 April 1976, di usianya yang ke-21, Steve mendirikan Apple Computer. Nama ini berdasarkan nama buah favorit Jobs dan logonya dipilih untuk mempresentasikan nama perusahaan. Dengan modal uang dari hasil menjual mobil VW milik Wozniak dan kalkulator HP milik Jobs, mereka membiayai desain pertama Apple. Singkat cerita, kisah sukses segera menjadi bagian hidupnya bersama Apple.
Namun, saat perusahaan itu berkembang, dewan direksi Apple justru memecat Steve karena dianggap terlalu ambisius. Sebuah pemecatan dari perusahaan yang didirikannya sendiri. Meski sempat merasa down, karena kecintaannya pada teknologi, ia pun segera bangkit. Steve mendirikan NeXT Computer. Tak lama, ia pun membeli perusahaan film animasi Pixar. Dari kedua perusahaan itulah namanya kembali berkibar. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada Apple. Perusahaan itu justru di ambang kebangkrutan.
Saat itulah, Steve kembali ke Apple, hasil dari akuisisi Apple terhadap NeXT. Banyak orang yang meramalkan Steve tak kan lagi mampu mengangkat Apple. Steve menanggapinya dengan dingin.
“Saya yakin bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai. Dan adalah benar bahwa pekerjaan kita adalah kekasih kita. Pekerjaan kita akan mengisi sebagian besar hidup kita. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mencapai kepuasan sejati adalah melakukan apa yang kita yakini,”
Kecintaan inilah yang mengantarkan Steve kembali mengorbitkan Apple ke jajaran elit produsen alat teknologi papan atas. iPod dan iPhone saat ini menjadi produk yang sangat laris di pasaran. Visinya ke depan juga membuat iTunes, sukses jadi toko musik digital paling sukses di dunia. Ia menjawab keraguan orang dengan kerja nyata dan hasil gemilang. Bentuk indah, elegan, sederhana, namun powerful, menjadi ciri khas produk Apple hingga saat ini.
Pada bulan Agustus 2011, Steve Jobs mundur dari posisinya sebagai CEO Apple. Dalam surat pengunduran dirinya, ia menulis sebagai berikut: “Saya percaya di masa mendatang Apple akan lebih cerah dan selalu menjadi perusahaan paling inovatif dan terdepan di bidangnya. Saya berharap dapat menyaksikan dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan dalam peran baru di Apple… Saya gembira mengenal beberapa teman-teman terbaik dalam hidup saya di Apple, dan saya berterima kasih kepada semua untuk bertahun-tahun dapat bekerja bersama Anda.”
Sebelum mengundurkan diri, Jobs sudah ‘cuti’ dari kesibukannya di Apple lantaran harus menjalani perawatan transplantasi hati akibat sakit kanker pankreas yang dideritanya. Dan pada hari Rabu, 5 Oktober 2011 lalu, jajaran pimpinan Apple mengumumkan secara resmi bahwa Steve Jobs meninggal dunia dalam usia 56 tahun. Jajaran pimpinan Apple juga menulis, “Semangat dan energi Steve yang brilian menjadi sumber penemuan yang sangat berharga untuk hidup kita. Kehidupan manusia menjadi lebih baik karena Steve.”
Pria yang hingga saat meninggalnya memiliki harta kekayaan sebesar US$ 5,5 miliar itu meninggalkan sang istri, Laurene Powell, empat orang anak, yaitu Lisa Brennan-Jobs, Reed, Erin Siena, dan Eve.
Kecintaan kita pada apa yang kita lakukan akan menjadi jalan kita menuju kesuksesan. Hal itulah yang dibuktikan oleh sosok Steve Jobs. Bahkan, meski ia sempat terpuruk dan “diusir” dari perusahaannya sendiri, kecintaannya pada teknologi membuatnya kembali. Inilah bukti nyata bahwa jika kita mencintai pekerjaan kita dengan sepenuh hati, hasil yang dicapai pun akan jauh lebih maksimal.
Sebelum mengundurkan diri, Jobs sudah ‘cuti’ dari kesibukannya di Apple lantaran harus menjalani perawatan transplantasi hati akibat sakit kanker pankreas yang dideritanya. Dan pada hari Rabu, 5 Oktober 2011 lalu, jajaran pimpinan Apple mengumumkan secara resmi bahwa Steve Jobs meninggal dunia dalam usia 56 tahun. Jajaran pimpinan Apple juga menulis, “Semangat dan energi Steve yang brilian menjadi sumber penemuan yang sangat berharga untuk hidup kita. Kehidupan manusia menjadi lebih baik karena Steve.”
Pria yang hingga saat meninggalnya memiliki harta kekayaan sebesar US$ 5,5 miliar itu meninggalkan sang istri, Laurene Powell, empat orang anak, yaitu Lisa Brennan-Jobs, Reed, Erin Siena, dan Eve.
Kecintaan kita pada apa yang kita lakukan akan menjadi jalan kita menuju kesuksesan. Hal itulah yang dibuktikan oleh sosok Steve Jobs. Bahkan, meski ia sempat terpuruk dan “diusir” dari perusahaannya sendiri, kecintaannya pada teknologi membuatnya kembali. Inilah bukti nyata bahwa jika kita mencintai pekerjaan kita dengan sepenuh hati, hasil yang dicapai pun akan jauh lebih maksimal.