Soal yg satu ini ternyata oh ternyata susah2 gampang ato gampang2 susah yah?. Waktu Ranu dulu gak terlalu susah deh. Umur 4 bln dah mulai diajarin pipis di washtafel. Hehe knapa di washtafel? Tau tuh eyang pondkel yg nyontohin...bukan langsung diajak k toilet aja yah...Yah mungkin dgn pertimbangan kan anak jg blum bs tegak, posisi pipis msh kaki ditekuk. Washtafel meminimalisir potensi terperleset di kamar mandi. Gitu kali yah ;P dunno dwehhh...Yg jelas Ranu mudah aja diajarin. bahkan pas tidur malam pun bs loh Ranu ditatur. Walopun pas dah gedean nguamuk kalo dibangunin utk pipis. Mending berenang di ompol dia.
Nah, pas Dito nih, kirain akan semudah Ranu. Nyatanya lebih susah, eh baiknya bukan dibilang susah kali yah, tapi waktunya tdk sama. Jauh sebelum usia setahun Dito dah mulai diajarin tatur, tp selalu gagal. Pernah sih berhasil tp juarrrannnggg bgt. Padahal sampai saat ini pun Dito tdk pernah ngompol kalo bobo. Dia bangun dulu, baru deh pipis. kadang keburu sempet turun dari tempat tidur, seringan yah membasahi kasur. Tp tiap kali bangun diajak tatur jg tdk pernah mau. Dah ditunggu 5 menit sambil basahi si penis + basahi kaki + gemericik air keran + kelitikin bagian bokong. Tuetep Dito mah asik aja liat2 kamar mandi yg berujung "namparin" muka ato narikin rambutku ;0. Pas digeletakin di lantai, gak sampai itungan menit dah brenang deh...
Dari sini mama belajar, anak tdk sama. Saat cari2 bahasan ttg toilet training ini dpt lah 1 buah artikel yg cukup menarik utk di share disini. Sumbernya tabloid Nakita. Semoga bermanfaat.
TOILET LEARNING BUTUH KESIAPAN SI KECIL
Kalau sudah siap, kebiasaan buang air yang benar dapat dipelajari dengan mudah.
Kesiapan apa yang dibutuhkan si kecil untuk belajar buang air yang benar?
Pertama, kesiapan fisik, yaitu kemampuan anak untuk jongkok atau duduk
dengan baik di kloset. Bila tidak didukung dengan kemampuan fisik
dikhawatirkan anak akan mogok di jalan sebab tidak merasa nyaman dalam
melaksanakan toilet learning ini.
Kedua, kesiapan mental, yaitu kemampuan anak dalam mengontrol keinginan
untuk buang air kecil atau buang air besar. Anak sudah tahu bila
dirinya ingin buang air kecil atau buang air besar dan mampu menahan
keinginan tersebut sampai ia masuk ke dalam kamar mandi atau toilet.
Umumnya kesiapan mental dan fisik ini terjadi saat anak memasuki usia
18 bulan. Memang, usia ini tidak dapat dipukul rata. Orangtualah yang
harus tahu dengan tepat kapan anaknya siap secara fisik dan mental
untuk toilet learning.
TANDA-TANDA ANAK SIAP
Kesiapan fisik:
* Mampu berjalan dan duduk dengan stabil di potty chair (tempat latihan
BAK yang bentuknya menarik). Dengan demikian, si kecil bisa duduk dan
bangun berdiri sendiri saat menggunakan kloset atau pispot mininya.
Kemampuan motoriknya juga sudah bisa mengangkat gayung, mengambil air,
dan menyiramkan ke bekas pipisnya.
* Anak sudah mampu mengendalikan keinginan buang air. Ditandai dengan
tidak ngompol atau tetap kering celananya selama beberapa jam. Atau,
pola BAB dan BAK-nya sudah lebih teratur. Misalnya 3-4 jam sekali. Ciri
lain, wajahnya menunjukkan ekspresi meringis saat hendak pipis, atau
menunjukkan gelagat hendak buang hajat. Tanda ini memudahkan orangtua
mengenali anak yang mau buang air
Kesiapan mental:
* Anak sedikitnya mampu memahami satu sampai 2 kalimat perintah. Si
kecil pun mengerti, memakai pospak untuk buang air sangatlah tidak
menyenangkan. Dia juga sudah bisa memberi tahu bila celananya basah dan
minta segera diganti. Jika tidak digubris, ia akan mengekspresikannya
dengan sikap rewel.
* Anak sudah bisa mengomunikasikan bahwa ia hendak BAB dan BAK. Bisa
dengan mengucapkannya secara verbal atau nonverbal seperti menarik
tangan, mengambil pispot, menunjuk-nunjuk celana, pergi ke sudut
ruangan, dan lain-lain.
* Tertarik pada kamar mandi. Misalnya, dia mengikuti orang dewasa ke
kamar mandi, mengetahui apa saja perlengkapan kamar mandi dan
fungsinya, juga tertarik mengeksplorasi pakaiannya seperti menarik dan
menurunkan celana atau roknya.
* Memiliki kemampuan mengontrol atau menahan BAB dan BAK hingga ke kamar mandi.
* Dapat diajak bekerja sama atau memiliki hubungan yang harmonis dengan gurunya
(dalam hal ini orangtua atau pengasuhnya).
MENERAPKAN TOILET LEARNING
* Pengondisian
Dalam tahapan ini, orangtua hanya mengenalkan pentingnya toilet
learning dan mempersiapkannya secara bertahap. Tindakan pengondisian
bisa dilakukan sejak anak umur 9-18 bulan.
Berikut Caranya:
- Saat mengetahui anak hendak BAB, (anak diam dengan raut gelisah),
tanyakan "Adek, mau poop ya" lalu, "Kalau mau poop atau pipis, bilang
Mama ya."
- Tuntun anak ke toilet atau ke pispotnya, lalu katakan, "Ini kloset/pispot,
kalau mau poop harus di tempat ini ya."
- Kenalkan bagian tubuh yang berkaitan dengan toilet learning seperti
penis, dubur, dan saluran kencing dekat vagina. Juga perlengkapan
toilet learning dan fungsinya seperti kloset, pispot, gayung, shower
dan lain-lain.
- Perlihatkan cara membersihkan kotoran si kecil. Dengan cara itu, anak
tahu setiap selesai buang air, kloset/pispot harus disiram dengan
bersih.
* Perkenalkan pispot
Untuk awal toilet learning disarankan menggunakan pispot (potty chair)
daripada kloset. Alasannya, ukuran pispot lebih aman untuk anak-anak.
Cara mengenalkannya:
- Mintalah anak duduk di pispotnya lakukan berulang-ulang sehingga ia merasa
nyaman dan aman.
- Ajak anak duduk di potty chair setelah ngompol. Sampaikan bahwa pispot berguna
bila ia ingin BAB atau BAK.
- Lihat pola biologis anak. Jika anak biasa pipis dan poop setelah
bangun tidur pada pukul 7 pagi, misalnya, begitu ia terbangun dari
tidur langsung ajak duduk di pispotnya. Jika tidak keluar apa-apa, beri
selang waktu beberapa saat, lalu minta ia kembali melakukan hal yang
sama. Harapannya, anak dapat menemukan waktu-waktu tertentu untuk BAB
dan BAK dan mampu menahan keinginannya sampai menemukan pispotnya.
* Beri contoh
Setelah toilet learning di potty chair sukses, ajak anak untuk pipis
atau poop di kloset sungguhan. Katakan padanya, sejak saat ini ia bisa
mulai pipis atau poop di kloset kamar mandi. Namun, sebaiknya gunakan
alat bantu pada kloset agar tidak jatuh.
Ayah atau ibu harus memberi contoh bagaimana BAB dan BAK di kloset.
Agar efektif dan tidak membuat anak bingung, ayah/kakak laki-laki
sebaiknya memberi contoh kepada anak/adik laki-laki, dan ibu atau kakak
perempuan memberi contoh kepada anak/adik perempuannya. Ajaklah si
kecil ke kamar mandi atau toilet dan perlihatkan bagaimana cara pipis.
Dari menurunkan celana, jongkok/duduk di kloset, pipis, menyiram
kloset, menyemprot/membasuh kelamin dengan air, mengeringkan daerah
kelamin, dan memakai celana.
Katakan semua proses tadi agar anak paham, seperti, "Sebelum pipis,
kamu buka celanamu, berjongkok, lalu cebok agar kelaminmu tetap
bersih...." Lakukan secara berulang-ulang. Saat terlihat si kecil
hendak pipis atau poop, coba katakan, "Dek Adi, pipis yuk." Lalu, "Cara
pipisnya seperti yang Kak Joni lakukan, ya!" Selanjutnya, tanpa
disuruh, anak pun bisa mengatakan dirinya ingin BAK. Hal yang sama
dilakukan saat mengajari anak BAB. Perlihatkan bagaimana sang kakak
duduk/berjongkok dan membersihkannya seusai BAB. Karena anak belum bisa
cebok sendiri, orangtua bisa memberikan bantuan.
Bila masih gagal dalam menerapkan program ini, tak perlu kecewa. Itu
pertanda si kecil belum siap. Hentikan dulu kegiatan toilet learning
selama 1 3 bulan sehingga anak tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang
menakutkan. Beberapa bulan kemudian baru dicoba kembali.
YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM TOILET LERNING
1. Berikan penghargaan bila si anak berhasil menahan BAB atau BAK dan
mengeluarkannya di potty chair. Dengan begitu, anak memahami tujuan
dari program toilet learning yang sedang dilaksanakan bersama.
2. Jangan marah atau memberikan hujatan bila si kecil mengompol.
Misalnya, "Adek payah nih enggak bisa nahan pipis." Sebaiknya gunakan
kalimat lain yang tidak menyalahkan anak. Misalnya, "Adek tadi enggak
kuat nahan pipis, ya? Lain kali coba ditahan sambil lari ke potty chair
ya!"
3. Setelah berhasil beberapa kali, berikan penjelasan kepada anak bahwa
ia sudah tidak butuh pospaknya. Kondisikan agar anak menyadari ini
adalah sebuah peristiwa besar dalam hidupnya.
LO, KOK, TOILET LEARNING? BUKAN TOILET TRAINING
Istilah toilet training yang kita kenal selama ini hanya mengacu pada
soal melatih anak untuk belajar pipis dan BAB di tempat yang
seharusnya. Latihan ini tidak terlalu mementingkan kesiapan fisik dan
mental si kecil. Tak heran beberapa orangtua menerapkan toilet training
terlalu dini pada anaknya, bahkan kala si kecil masih bayi. Padahal
toilet training yang terlalu terburu-buru (tanpa memerhatikan kesiapan
mental dan fisik anak) justru tidak efektif karena anak akan merasa
dipaksa saat melakukan latihan itu. Dampaknya, ia masih akan mengompol
meski hanya sekali-kali. Contoh, saat di TK, tiba-tiba anak ngompol di
kelas (padahal sebelumnya ia sudah tak pernah mengompol). Ini karena
tanpa disadari anak kehilangan kemampuan mengontrol buang air kecilnya
(karena waktu dilatih ia belum siap untuk itu). Berbeda dari toilet
learning. Istilah ini menitikberatkan pada kesiapan anak secara mental
dan fisik untuk diajak buang air kecil atau besar di tempat seharusnya.
Sumber : Nakita
No comments:
Post a Comment